1. Pengertian Tuna Netra
Anak berkebutuhan khusus adalah anak yang dalam proses pertumbuhan dan perkembangan mengalami kelainan atau penyimpangan fisik, mental, intelektual, sosial, dibandingkan dengan anak – anak seusianya atau sebayanya. Keterbatasan anak berkebutuhan khusus dalam gangguan/kerusakan itu menjadikan mereka memiliki keterbatasan dalam mengakses semua aktifitas baik fisik atau psikis.
Organ mata yang normal dalam menjalankan fungsinya sebagai indra penglihatan melalui proses pantulan cahaya dari objek di lingkungannya ditangkap oleh mata melewati kornea, lensa mata dan membentuk bayangan nyata, terbalik, diperkecil pada retina.selanjutnya melalui syaraf penglihatan bayangan benda dikirim ke otak dan terbentuklah kesadaran orang tentang objek yang dilihatnya. Sedangkan organ mata yang yang tidak normal atau berkelainan yaitu bayangan benda yang ditangkap oleh mata tidak dapat dteruskan oleh kornea, lensa mata, retina dan ke syaraf karena suatu sebab, misalnya kornea mata mengalami kerusakan, kering, keriput, lensa mata menjadi keruh, atau syaraf yang menghubungkan mata dengan otak mengalami gangguan. Seseorang yang mengalami konisi tersebut dikatakan sebagai penderita kelainan penglihatan atau tunanetra.
Berdasarkan acuan tersebut, anak tunanetra dapat dikelompokkan menjadi dua macam, yaitu ;
a. Buta
Dikatakan buta jika anak sama sekali tidak mampu menerima rangsang cahaya dari luar (visusnya= 0).
b. Low Vision
Bila anak masih mampu menerima rangsang cahaya dari luar, tetapi ketajaman lebih dari 6/21, atau jika anak hanya mampu membaca headline pada surat kabar.
2. Karakteristik Tuna Netra
Beberapa karakteristik anak-anak tunanetra adalah:
A. Segi Fisik
Secara fisik anak-anak tunanetra, nampak sekali adanya kelainan pada organ penglihatan/mata, yang secara nyata dapat dibedakan dengan anak-anak normal pada umumnya hal ini terlihat dalam aktivitas mobilitas dan respon motorik yang merupakan umpan balik dari stimuli visual.
B. Segi Motorik
Hilangnya indera penglihatan sebenarnya tidak berpengaruh secara langsung terhadap keadaan motorik anak tunanetra, tetapi dengan hilangnya pengalaman visual menyebabkan tunanetra kurang mampu melakukan orientasi lingkungan. Sehingga tidak seperti anak-anak normal, anak tunanetra harus belajar bagaimana berjalan dengan aman dan efisien dalam suatu lingkungan dengan berbagai keterampilan orientasi dan mobilitas.
C. Perilaku
Kondisi tunanetra tidak secara langsung menimbulkan masalah atau menyimpangan perilaku pada diri anak, meskipun demikian hal tersebut berpengaruh pada perilakunya. Anak tunanetra sering menunjukkan perilaku stereotip, sehingga menunjukkan perilaku yang tidak semestinya. Manifestasi perilaku tersebut dapat berupa sering menekan matanya, membuat suara dengan jarinya, menggoyang-goyangkan kepala dan badan, atau berputar-putar. Ada beberapa teori yang mengungkap mengapa tunanetra kadang-kadang mengembangkan perilaku stereotipnya. Hal itu terjadi mungkin sebagai akibat dari tidak adanya rangsangan sensoris, terbatasnya aktifitas dan gerak di dalam lingkungan, serta keterbatasan sosial. Untuk mengurangi atau menghilangkan perilaku tersebut dengan membantu mereka memperbanyak aktifitas, atau dengan mempergunakan strategi perilaku tertentu, seperti memberikan pujian atau alternatif pengajaran, perilaku yang lebih positif, dan sebagainya.
D. Akademik
Secara umum kemampuan akademik, anak-anak tunanetra sama seperti anak-anak normal pada umumnya. Keadaan ketunanetraan berpengaruh pada perkembangan keterampilan akademis, khususnya dalam bidang membaca dan menulis. Dengan kondisi yang demikian maka tunanetra mempergunakan berbagai alternatif media atau alat untuk membaca dan menulis, sesuai dengan kebutuhannya masing-masing. Mereka mungkin mempergunakan huruf braille atau huruf cetak dengan berbagai alternatif ukuran. Dengan asesmen dan pembelajaran yang sesuai, tunanetra dapat mengembangkan kemampuan membaca dan menulisnya seperti teman-teman lainnya yang dapat melihat.
E. Pribadi dan Sosial
Mengingat tunanetra mempunyai keterbatasan dalam belajar melalui pengamatan dan menirukan, maka anak tunananetra sering mempunyai kesulitan dalam melakukan perilaku sosial yang benar. Sebagai akibat dari ketunanetraannya yang berpengaruh terhadap keterampilan sosial, anak tunanetra perlu mendapatkan latihan langsung dalam bidang pengembangan persahabatan, menjaga kontak mata atau orientasi wajah, penampilan postur tubuh yang baik, mempergunakan gerakan tubuh dan ekspresi wajah, mempergunakan intonasi suara atau wicara dalam mengekspresikan perasaan, menyampaikan pesan yang tepat pada waktu melakukan komunikasi. Penglihatan memungkinkan kita untuk bergerak dengan leluasa dalam suatu lingkungan, tetapi tunanetra mempunyai keterbatasan dalam melakukan gerakan tersebut. Keterbatasan tersebut mengakibatkan keterbatasan dalam memperoleh pengalaman dan juga berpengaruh pada hubungan sosial. Dari keadaan tersebut mengakibatkan tunanetra lebih terlihat memiliki sikap:
a. Curiga yang berlebihan pada orang lain, ini disebabkan oleh kekurangmampuannya dalam berorientasi terhadap lingkungannya
b. Mudah tersinggung, akibat pengalaman-pengalaman yang kurang menyenangkan atau mengecewakan yang sering dialami, menjadikan anak-anak tunanetra mudah tersinggung.
c. Ketergantungan pada orang lain, anak-anak tunanetra umumnya memilki sikap ketergantungan yang kuat pada oranglain dalam aktivitas kehidupan sehari-hari. Kondisi yang demikian umumnya wajar terjadi pada anak-anak tunanetra berkenaan dengan keterbatasan yang ada pada dirinya.
Anak-anak tersebut, tentu saja tidak dapat dengan serta merta dilayani kebutuhan belajarnya sebagaimana anak-anak normal pada umumnya. Guru di sekolah haruslah dapat memberikan layanan pendidikan pada setiap anak berkebutuhan khusus, hanya sayangnya masih banyak guru-guru di sekolah dasar yang belum memahami tentang anak berkebutuhan khusus. Hal demikian tentu saja mereka juga tidak akan dapat memberikan layanan pendidikan yang optimal. Apalagi anak-anak berkebutuhan khusus mencakup berbagai macam jenis dan derajat kelainan yang bervariasi. Sejumlah itu pulalah sebenarnya layanan pendidikan diberikan kepada mereka. Untuk itu perlu adanya pemahaman dan kreativitas seorang guru di sekolah dalam mengembangkan berbagai model pembelajaran sesuai kebutuhan anak. Apabila guru telah memiliki pengetahuan dan pemahaman mengenai cara memberikan layanan yang baik, maka akan dapat dilakukan secara optimal.
3. Media Pembelajaran Anak Tuna Netra
Media pembelajaran adalah alat yang digunakan dalam proses belajar/mengajar, yang dapat menyalurkan pesan dan menstimulasi proses belajar, sehingga materi yang disampaikan dapat dengan mudah dimengerti dan dipahami oleh anak.
Pemanfaatan media pembelajaran bagi anak tunanetra (A)
Media pembelajaran yang dapat digunakan bagi anak tunanetra adalah sebagai berikut :
a. Tulisan braille, serta buku-buku yang menggunakan huruf braille. Misalnya dalam pelajaran bahasa indonesia, anak tunanetra tentunya harus menggunakan huruf braille dalam menulis serta membaca isi bacaan.
b. Miniature binatang atau hewan, media ini biasanya digunakan pada pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA). Namun dalam pelaksanaannya, guru harus menjelaskan bahwa miniature tersebut merupakan bentuk kecil dari contoh binatang yang sedang dipelajarinya.
c. Peta timbul, media ini digunakan dalam pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS)
d. Alat-alat musik, media tersebut digunakan dalam pembelajaran kesenian. Dimana guru menyuruh mereka untuk meraba bentuk dari setiap jenis alat musik yang telah dipalajari.
e. Dalam pembelajaran matematika, khususnya materi konsep tentang bangun ruang, anak disuruh meraba bentuk bangun ruang yang telah disediakan oleh guru.
f. Puzzel buahan-buahan, dengan puzzel ini tunanetra dapat mengetahui bentuk tiruan dari buahan-buahan yang dirabanya.
g. Radio, media ini juga cukup efektif digunakan oleh tunanetra. Dengan adanya radio, seorang tunanetra dapat menerima informasi yang disiarkan melalui radio.
h. Kamus bicara, alat ini adalah kamus yang sudah dilengkapi dengan audio sehingga tunanetra dapat mendengarkan output suara dari alat tersebut.
i. Komputer atau laptop yang sudah dilengkapi dengan screenreader (software pembaca layar). Dengan software ini, tulisan-tulisan yang ada di layar komputer dapat dibaca oleh software tersebut. Sehingga tunanetra dapat mendengarkan suara yang dihasilkan dari software tersebut.
Dengan demikian, baik dalam teori atau praktek, media yang digunakan untuk anak tuna netra lebih spesifik atau lebih mengutamakan indera pendengaran dan indera perabaan guna menyamakan persepsi mereka.
4. Deskripsi media pembelajaran
a. Nama media : Papan timbul
b. Tujuan pembuatan : Anak Berkebutuhan Khusus (tuna netra)
c. Manfaat :
Secara umum manfaat dari media pembelajaran adalah sebagai berikut :
1. Proses belajar/mengajar akan terlihat lebih menarik
2. Metode mengajar akan lebih bervariasi
3. Materi yang disampaikan akan mudah diterima dan dipahamai oleh anak
4. Siswa akan lebih banyak melakukan belajar, sebab tidak hanya mendengar dari uraian guru, tetapi juga melakukan aktivitas lain, seperti: mengamati, mendemonstrasikan dan lain-lain.
5. Memberikan motivasi belajar yang lebih terhadap siswa
Secara khusus manfaat dari media pembelajaran bagi anak tuna netra yakni pemafaatan media pembelajaran dalam proses belajar/mengajar bagi ABK sangatlah penting, agar mereka dapat menerima dan memahami materi yang disampaikan oleh guru.
Namun dalam memanfaatkan media pembelajaran tersebut, kita harus betul-betul memperhatikan jenis media yang digunakan, agar sesuai dengan kebutuhan dan karakteristik dari setiap ABK. Sehingaa proses belajar/mengajar dapat berlangsung dengan baik, menarik (tidak membosankan) dan mudah dipahami.
d. Cara pembuatan
Alat:
1. Gunting
2. Lidi
3. Kuas
4. Ember
5. Papan
Bahan:
1. Koran
2. Lem
3. Cat air
4. Air
Langkah pembuatan :
1. Siapkan koran sesuai kebutuhan.
2. Potong koran tersebut menggunakan gunting agar menjadi bagian-bagian kecil.
3. Siapkan ember yang sudah di isi air secukupnya.
4. Rendam koran tersebut selama 5 jam atau hingga bagian dari koran tersebut menjadi hancur.
5. Kemudian tiriskan rendaman koran tersebut dan diperas hingga kering dan potong kecil-kecil.
6. Siapkan steorofoam, kemudian lapisi dengan lem yang diambil oleskan menggunakan lidi secara merata
7. Ambil potongan dari rendaman koran, lalu diletakkan diatas steorofoam yang sudah dilapisi lem dengan sedikit ditekan perlahan secara merata hingga permukaan steorofoam terututup oleh koran tersebut.
8. Jemur hingga bagian dari koran tersebut mengering.
9. Setelah mengering buatlah gambar(bentuk) bangun datar dari pembahasan matematika.
10. Kemudian jemur hingga mengering.
11. Setelah mengering oleskan cat air pada permukaan bangun datar tersebut agar terlihat menarik menggunakan kuas agar terlihat lebih menarik.
12. Jemur kembali hingga mengering.
Cara penggunaan:
Dalam penggunaan media pembelajaran ini anak yang berkebutuhan khusus(tuna netra) dapat menggunakannya dengan cara meraba, untuk megetahui bentuk bangun datar dalam pembelajaran matematika dengan disertai penjelasan mengenai bangun datar tersebut oleh guru pendamping.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar